-->

Merasakan Berpuasa di Kota Matahari Nyaris Tak Pernah Tenggelam

- 7/19/2014
advertise here
Kota Kiruna di Swedia Portal Orange - Berpuasa berarti kita dilarang makan dan minum, mulai dari matahari terbit hingga tenggelam. Di Indonesia sekitar 13 jam. Namun apa jadinya jika berpuasa di tempat di mana matahari tidak pernah tenggelam, apakah artinya tidak berbuka?

Ini dialami oleh sekitar 700 umat Islam di kota pertambangan Kiruna, Swedia. Di wilayah yang terletak sekitar 145km sebelah utara Lingkaran Arktik ini, matahari terus bersinar saat musim panas, sekitar tanggal 28 Mei sampai 16 Juli ini. Di musim panas pun, pegunungan di wilayah ini tetap diselimuti salju.

"Saya memulai Ramadan dengan sahur pada pukul 3.30 saat matahari menyilaukan mata di dini hari. Saya memasang tirai ganda di kamar, tapi tetap saja matahari terang, padahal saya mau tidur," kata Ghassan Alankar dari Suriah. Kota itu memang banyak dihuni para pengungsi Timur Tengah.

Alankar adalah salah satu Muslim yang berpatokan pada jam berpuasa di Mekkah, Arab Saudi. Alasan dia, "itu adalah tempat lahirnya Islam." Namun tetap saja, pria yang baru datang ke Kiruna tujuh bulan lalu ini khawatir puasanya tidak diterima oleh Allah. 

Sebenarnya Dewan Eropa untuk Fatwa dan Riset (ECFR) yang berbasis di Dublin telah mengeluarkan fatwa untuk Muslim Kiruna. Mereka boleh berpuasa dengan mengikuti jam di ibukota Stockholm, sekitar 1.240km sebelah selatan kota itu. Di Stockholm, matahari terbit-tenggelam dengan waktu normal.

Namun, banyak Muslim pendatang yang tetap ingin berpuasa sesuai dengan pergerakan matahari di kota tempat mereka tinggal. Contohnya adalah Idris Abdulwahhab dari Eritrea. Dia mengikuti jam matahari Kiruna, berarti waktu terlama dia berpuasa bisa hingga 20 jam.

"Nol, 15, 25 atau 45 jam, tidak masalah selama kau meyakini apa yang kau lakukan. Tapi sebagai manusia, terkadang ini sangat berat," kata Abdulwahhab.

Fatima Kaniz dari Pakistan juga demikian. Dia baru berbuka pada pukul 8.30 malam, saat matahari masih bersinar. Dia mengisahkan kala pertama datang ke Kiruna lima tahun lalu, pada bulan Juni. Saat itu, dia menunggu matahari tenggelam untuk shalat Magrib.

"Saya menunggu sampai pukul 3 pagi, sampai teman sekamar saya orang China di pusat penampungan menjelaskan bahwa itu sia-sia. Saya berpikir, tempat aneh apa ini?" kata Kaniz.

Jika mengikuti jam setempat, berarti Kaniz akan berpuasa selama 18 jam pada dua per tiga Ramadan. Namun akan ada satu hari dimana dia bisa berpuasa selama 23 jam penuh. Kendati berat, namun dia tetap tidak akan mengubah mengikuti fatwa ECFR.

"Saya tinggal di Kiruna, salat sepanjang tahun berdasarkan waktu setempat. Mengapa saya harus mengubahnya pada Ramadan dan mengikuti Stockholm?" ujar Kaniz.

Sepanjang hari suhu musim panas di Kiruna mencapai 25 derajat celcius dan matahari konstan berada di ketinggian 10 derajat, terkadang hujan. Namun jika Ramadan jatuh pada Desember, akan terjadi sebaliknya. Selama dua minggu, matahari tidak akan terbit hingga di atas horizon, hanya mengintip malu-malu.

Abdulnasser Mohammed, pria asli Somalia, datang ke Kiruna pada tahun 2000 dan saat ini menjabat sebagai ketua asosiasi Islam Kiruna. Menurut dia, terserah umat Muslim Kiruna untuk memilih waktu berpuasa yang mana yang mereka mampu.

Mohammed sendiri mengikuti waktu di Istanbul, Turki, karena menurutnya itu adalah negara Muslim paling dekat dengan Swedia. "Islam tidak kejam. Ramadan bukan soal melaparkan atau melukai dirimu sendiri. Umat bisa memilih apa yang paling bisa mereka kerjakan," kata Mohammed. ( Viva )
Advertisement advertise here