Jakarta Meskipun kebijakan minum air putih 2 liter atau 8 gelas per hari telah ada sejak 15 tahun terakhir, tapi kesadaran masyarakat Indonesia untuk minum ternyata belum banyak berubah.
Seperti yang dituliskan para pakar kesehatan dalam buku ‘Air Bagi Kesehatan’ edisi kedua tahun 2012 yang disusun oleh pakar gizi seperti DR. Dr. Budi Iman Santoso, Sp.OG (K), Prof. DR. Ir. Hardinsyah, MS, DR. Dr. Parlindungan Siregar, Sp.PD-KGH, dan Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A (K). Mereka menyebutkan, Indonesia telah memiliki empat kebijakan tentan aturan minum air putih seperti:
- 13 pesan dasar Pedoman Gizi Umum Gizi Seimbang (PUGS) sejak 1994. Isinya, 'Minumlah air dalam jumlah yang cukup dan aman'.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
- Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi direkomendasikan tentang kebutuhan air minum, jenis kelamin, aktivitas dan suhu lingkungan
- Tumpeng Gizi seimbang yang memvisualisasikan anjuran kebutuhan minum air 8 gelas sehari
Tapi penelitian yang dilakukan The Indonesian Hydration Regional Study (THIRST) mengungkap, sekitar 46,1 persen orang dari 1.200 sampel yang diteliti mengalami kurang air atau hipovolemia ringan.
"Kejadian ini lebih tinggi pada remaja (49,5 persen) dibanding orang dewasa (42,5 persen). THIRST mengungkap bahwa prevalensi hipovolemia ringan pada daerah dataran rendah yang panas lebih tinggi dibanding di dataran tinggi yang sejuk," kata para ahli dalam buku tersebut.
Ironinya, kata keempat pakar tersebut, 6 dari 10 subjek yang diteliti (60 persen) ternyata tidak mengetahui bahwa minum diperlukan bagi ibu hamil, menyusui, bagi yang berkeringat dan orang yang berada di lingkungan atau ruang dingin.
"Hanya sekitar separuh dari subjek orang dewasa dan remaja yang mengetahui kebutuhan minum sekitar 2 liter sehari. Faktor hipovolemia ringan ini bisa jadi akibat ketidaktahuan dan kesulitan akses secara fisik dan ekonomi dalam memperoleh air minum," ujarnya.
Masalah kurang minum ini juga ternyata bukan hanya masalah di Indonesia. Penelitian di Hongkong pada orang dewasa menunjukkan, 50 persen subjek minum kurang dari 8 gelas per hari. Bahkan 30 persen diantaranya minum air kurang dari 5 gelas per hari.
Penelitian di Singapura menunjukkan bahwa kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) merupakan kelompok yang banyak kurang minum. Sebagian besar wanita hanya minum 5-6 gelas per hari. Sedangkan pria minum 6-8 gelas per hari. Alasannya yang ditemui adalah karena tidak haus, lupa minum, merepotkan, tidak mau sering ke kamar kecil.
Keempat pakar kesehatan mengingatkan, kurang minum bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan meningkatkan berbegai risiko penyakit seperti sembelit, kram, batu ginjal, infeksi saluran kemih dan lain-lain. Selain itu, kurang minum juga berdampak pada stamina, produktovitas kerja, daya ingat dan kecerdasan. Kurang air 1 persen berat badan akan mengganggu kerja otak dan kemampuan berpikir. Kurang air 2 persen berat badan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan daya ingat sesaat.
"Haus yang dirasakan setelah tubuh kurang air, sekitar 1 persen dapat berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi tubuh, mood dan kognitif," tukasnya. (Liputan 6)
Seperti yang dituliskan para pakar kesehatan dalam buku ‘Air Bagi Kesehatan’ edisi kedua tahun 2012 yang disusun oleh pakar gizi seperti DR. Dr. Budi Iman Santoso, Sp.OG (K), Prof. DR. Ir. Hardinsyah, MS, DR. Dr. Parlindungan Siregar, Sp.PD-KGH, dan Dr. Sudung O. Pardede, Sp.A (K). Mereka menyebutkan, Indonesia telah memiliki empat kebijakan tentan aturan minum air putih seperti:
- 13 pesan dasar Pedoman Gizi Umum Gizi Seimbang (PUGS) sejak 1994. Isinya, 'Minumlah air dalam jumlah yang cukup dan aman'.
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
- Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi direkomendasikan tentang kebutuhan air minum, jenis kelamin, aktivitas dan suhu lingkungan
- Tumpeng Gizi seimbang yang memvisualisasikan anjuran kebutuhan minum air 8 gelas sehari
Tapi penelitian yang dilakukan The Indonesian Hydration Regional Study (THIRST) mengungkap, sekitar 46,1 persen orang dari 1.200 sampel yang diteliti mengalami kurang air atau hipovolemia ringan.
"Kejadian ini lebih tinggi pada remaja (49,5 persen) dibanding orang dewasa (42,5 persen). THIRST mengungkap bahwa prevalensi hipovolemia ringan pada daerah dataran rendah yang panas lebih tinggi dibanding di dataran tinggi yang sejuk," kata para ahli dalam buku tersebut.
Ironinya, kata keempat pakar tersebut, 6 dari 10 subjek yang diteliti (60 persen) ternyata tidak mengetahui bahwa minum diperlukan bagi ibu hamil, menyusui, bagi yang berkeringat dan orang yang berada di lingkungan atau ruang dingin.
"Hanya sekitar separuh dari subjek orang dewasa dan remaja yang mengetahui kebutuhan minum sekitar 2 liter sehari. Faktor hipovolemia ringan ini bisa jadi akibat ketidaktahuan dan kesulitan akses secara fisik dan ekonomi dalam memperoleh air minum," ujarnya.
Masalah kurang minum ini juga ternyata bukan hanya masalah di Indonesia. Penelitian di Hongkong pada orang dewasa menunjukkan, 50 persen subjek minum kurang dari 8 gelas per hari. Bahkan 30 persen diantaranya minum air kurang dari 5 gelas per hari.
Penelitian di Singapura menunjukkan bahwa kelompok remaja dan dewasa muda (15-24 tahun) merupakan kelompok yang banyak kurang minum. Sebagian besar wanita hanya minum 5-6 gelas per hari. Sedangkan pria minum 6-8 gelas per hari. Alasannya yang ditemui adalah karena tidak haus, lupa minum, merepotkan, tidak mau sering ke kamar kecil.
Keempat pakar kesehatan mengingatkan, kurang minum bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan meningkatkan berbegai risiko penyakit seperti sembelit, kram, batu ginjal, infeksi saluran kemih dan lain-lain. Selain itu, kurang minum juga berdampak pada stamina, produktovitas kerja, daya ingat dan kecerdasan. Kurang air 1 persen berat badan akan mengganggu kerja otak dan kemampuan berpikir. Kurang air 2 persen berat badan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi dan daya ingat sesaat.
"Haus yang dirasakan setelah tubuh kurang air, sekitar 1 persen dapat berpotensi menimbulkan gangguan pada fungsi tubuh, mood dan kognitif," tukasnya. (Liputan 6)
Advertisement