Illustrasi |
Ini terlihat dari Kamus Bahasa Melayu Nusantara yang diterbitkan Brunei pada 2003, sebanyak 62 ribu kosa kata hanya diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. "Saya lihat Kamus Bahasa Melayu Nusantara itu hanya kata pengantarnya saja yang diganti. Namun sumber utamanya Kamus Besar Bahasa Indonesia," kata Sugiyono di Sentul, Jumat, (8/8).
Melihat hal itu, ujar Sugiyono, pihaknya menuntut Brunei untuk mencamtumkan sumber kamus kalau berasal dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. "Dulu memang sudah ada upaya menuntut, namun belum berhasil karena petinggi di Brunei banyak yang sudah ganti," ujarnya.
Awalnya, terang Sugiyono, Brunei sudah menyatakan mau mencantumkan sumber dari Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun sampai sekarang ternyata belum dilakukan. Dalam penyusunan Kamus Bahasa Melayu Nusantara tersebut, kata Sugiyono, memang kesalahannya ada tim penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dipekerjakan di sana.
"Mereka ini tidak sadar kalau ternyata dimanfaatkan Brunei untuk melakukan plagiasi terhadap Kamus Besar Bahasa Indonesia," katanya.
Celakanya, lanjut Sugiyono, kamus Kamus Bahasa Melayu Nusantara tersebut disebarkan secara gratis di universitas-universitas di Indonesia. Di tempat yang sama, Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Mahsun mengatakan, akar dialek bahasa Melayu di Indonesia itu berbeda dengan akar dialek Melayu di Brunei dan Malaysia.
Makanya Indonesia tidak perlu mendorong Melayu menjadi bahasa internasional, justru lebih baik mendorong bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional. Kemarin, ujar Mahsun, utusan dari Tanjung Pinang meminta bahasa Melayu di Tanjung Pinang diakui sebagai akar dari bahasa Indonesia.
"Namun saya tolak karena bahasa melayu di Tanjung Pinang itu akarnya cenderung dari Malaysia, jadi beda dengan bahasa Indonesia," ujarnya.
Pihaknya, terang Mahsun, akan membuat kajian dengan universitas-universitas untuk menunjukan kalau akar bahasa melayu yang melahirkan bahasa Indonesia beda dengan akar bahasa melayu Malaysia dan Brunei.
Sumber | republika.co.id
Advertisement